Rumah Pasca Pandemi: Mungkinkah Diterapkan?

ASFBDG-IAIJB4 - 1
Rumah Pasca Pandemi: Mungkinkah Diterapkan?

Diskusi #4 ASF-BDG & IAI Jabar

Rumah Pasca Pandemi: Mungkinkah Diterapkan?

Hadirnya pandemi SARS-NCOV2 saat ini bukan saja menyingkap tabir mengenai buruknya keadaan dan kebijakan kesehatan masyarakat kita, tapi juga ikut mengungkap rapuhnya sektor lain yang berkaitan dengan kesejahteraan publik atau masyarakat sipil. Salah satu yang menyeruak adalah persoalan krisis atau ketahanan pangan. Adanya krisis ini berdampak pada rantai pasokan pangan (food supply-chain). Tidak hanya pada produsen, krisis juga berdampak pada masyarakat urban yang dalam rantai pasokan pangan yang notabene memiliki peran sebagai konsumen.

Terkait dengan isu ketahanan pangan, tim arsitek muda dari Indonesia, terdiri dari Vinsensius Gilrandy Santoso dan Sri Rahma Apriliyanthi, telah memenangkan sayembara desain arsitektur sekancah Asia. Dengan berbekal isu krisis ketahanan pangan di Indonesia, tim mencoba menerapkan konsep permakultur yang melibatkan masyarakat sekitar dalam desain rancangan mereka. Apakah konsep rancangan ‘Rumah Pasca Pandemi’ dapat diterapkan pada kehidupan bermasyarakat di Indonesia? Bagaimana pengaruh praktek permakultur dalam isu ketahanan pangan?

Vinsensius Gilrandy Santoso dan Sri Rahma Apriliyanthi, Tim pemenang sayembara ARCASIA-ACYA 2020

Penanggap: Misbah Dwiyanto, Pendiri Kebun Belakang
Moderator: Fiqih R. Purnama, ASF-Bandung

Sabtu, 1 Agustus 2020, pukul 09.30 WIB – selesai
Platform: Zoom Meeting & Live Youtube ASF-ID

Registrasi : Rp 20.000,- (E-Sertifikat dan KUM IAI: 2.5)
Link Pendaftaran: ⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
Pembayaran: Bank Mandiri 130-00-1465467-0 a.n Arsitektur Swadaya dan Fasilitasi

*tautan Zoom akan diberikan via konfirmasi bukti pembayaran yang diunggah pada form pendaftaran⠀

Narahubung : +62-856-9308-9795 (Whatsapp: Alvin)

Akan disiarkan langsung via kanal YouTube ASF Indonesia:


Sri Rahma Apriliyanthi
Akrab disapa Riri ini merupakan jebolan dari program fast-track Arsitektur di Institut Teknologi Bandung. Pada tahun 2019 berhasil meraih gelar sarjana dan magisternya dengan predikat cum-laude. Sebelumnya menjadi asisten dosen dan menjadi asisten dari tim riset di ITB, sekarang Riri berpraktik menjadi arsitek yunior. Di tahun 2020 Ia bersama Randy berhasil menjadi pemenang pertama dalam sayembara internasional dengan tema desain rumah yang merespon pandemi SARS-NCOV2 yang diselenggarakan oleh ARCASIA Committee on Young Architects (ACYA) dan Forum Arsitek Muda Yogyakarta (YYAF).

Vinsensius Gilrandy Santoso
Randy merupakan praktisi arsitek yang berkantor di studio Akanoma. Lulusan Unika Soegiapranata ini memiliki minat lebih pada material bambu. Risetnya bersama Gustav Anandhita berjudul “Pemanfaatan Botol Plastik Untuk Sambungan Ikat Pada Konstruksi Bambu” masuk dalam Seminar Struktur dalam Arsitektur IPLBI tahun 2019. Prestasi teranyar Randy adalah menjadi pemenang pertama dalam sayembara internasional dengan tema desain rumah yang merespon pandemi SARS-NCOV2 yang diselenggarakan oleh ARCASIA Committee on Young Architects (ACYA) dan Forum Arsitek Muda Yogyakarta (YYAF) bersama rekannya Riri.

Misbah Dwiyanto
Misbah adalah pendiri Kebun Belakang, sebua ruang untuk berbagi tentang berkebun natural dan cara hidup berkelanjutan. Lulusan Master of Communication di University of Gothenburg ini memutuskan untuk serius menjadi petani pada tahun 2015. Berkebun dan mengolah hasil kebun sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan pangan sendiri.

New Normal: Urbanisme, Kebudayaan, dan Politik

new normal
new normal COVID-19

Diskusi daring 
New Normal: Urbanisme, Kebudayaan, dan Politik

Via Zoom & Live Youtube
Sabtu, 11 Juli 2020, 11.00-13.00 WIB

Indonesia sedang berjuang melawan pandemi COVID-19 sejak bulan Maret 2020. Berbagai usaha penanganan dan pencegahan terus dilakukan untuk menahan laju persebarannya, baik oleh pemerintah maupun dilakukan secara mandiri oleh masyarakat. Namun, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman atau Eijkman Institute sempat menyatakan bahwa COVID-19 tidak akan hilang dalam waktu dekat, sehingga manusia harus hidup berdampingan dengan virus ini. Fase ini dikenal dengan sebutan new normal, yakni kehidupan baru yang mengadaptasi situasi pascapandemi. Konsep new normal ini menuai berbagai kritik. Banyak pihak menilai belum waktunya Indonesia masuk ke dalam fase tersebut, lantaran kasus COVID-19 belum berkurang, atau melandai sekalipun.

Sampai kapan pola kehidupan baru ini dijalankan? Bagaimana respon yang tepat dalam menanggapi keputusan pemerintah terkait kebijakan new normal di Indonesia?

Pemantik:
Arina Resyta (Peneliti, Rame-Rame Jakarta)
Bosman Batubara (Serikat Tani Kota Semarang)
Kamil Muhammad (Arsitek/Pegiat, pppooolll & ASF-Jakarta)

Moderator:
Fauziyyah Sofiyah

Registrasi:
Live Yotube: ASF Indonesia


Arina Resyta adalah sarjana arsitektur dari Institut Teknologi Bandung dengan pengalaman lima tahun dalam bidang desain urban dan perencanaan. Arina turut merancang beberapa panduan rancang kota terkait pengembangan berorientasi transit (transit-oriented development, TOD) di Jakarta serta terlibat dalam perencanaan empat TOD dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Saat ini Arina meneliti pada komunitas Rame-Rame Jakarta dalam tema compact neighborhood.

Bosman Batubara adalah alumnus teknik geologi pada Universitas Gadjah Mada (2005) dan Inter-University Programme in Water Resources Engineering, Katholieke Universiteit Leuven dan Vrije Universiteit Brussel, Belgia (2012). Bosman adalah kandidat doktoral dalam penyelesaian disertasi di Water Governance Department, IHE- Delft Institute for Water Education, Delft, dan Human Geography, Planning and International Development Department, University of Amsterdam dengan tajuk “Near-South Urbanization: Flows of people, water, and capital in and beyond (post-) New Order Jakarta.” Bosman juga anggota Serikat Tani Kota Semarang.

Kamil Muhammad adalah arsitek dan periset di pppooolll. Kamil adalah salah seorang pendiri Architecture Sans Frontieres Indonesia. Bertitel Master of Architecture dari University of Melbourne, risetnya terfokus pada persimpangan antara praktik spasial kritikal dan partisipasi masyarakat. Saat ini, Kamil mendampingi Kampung Kunir bersama ASF-Jakarta.

Otentisitas dalam Kerja Kemanusiaan

Redefinisi Pengabdian 04
Sore hari, Sabtu 14 Maret 2020 telah berlangsung diskusi dengan judul Redefinisi Pengabdian Profesi.  Diskusi ini merupakan kali ketiga pada rangkaian kegiatan reguler dalam kerjasama antara ASF-BDG dengan Ikatan Arsitek Indonesia cabang Jawa Barat (IAI-JB) yang mengambil tema sosial, lingkungan, perkotaan, dan kebencanaan. Bertempat di sekretariat IAI-JB, tiga pembicara dari latar belakang mahasiswa, arsitek, dan pekerja kemanusiaan berbagi sudut pandang berkaitan dengan kegiatan pengabdian dan kemanusiaan.  Pemapar pertama adalah Josephine Livina mewakili kelompok Bhakti Ganva. Kemudian Rakha Puteri Shonigiya dari Architecture Sans Frontières Indonesia (ASF-ID) dan ditutup oleh Zulkifli dari KUN Humanity System+ sebuah organisasi kemanusiaan yang multidisiplin.

Redefinisi Pengabdian 01

Josephine menjelaskan pengalamannya tentang sebuah program kerja yang berfokus pada pembangunan fasilitas umum dan sosial di lingkungan pedesaan dengan melibatkan masyarakat setempat. Program kerja Bhakti Ganva telah berlangsung di berbagai desa sepanjang tahun 2013-2019.  Metode partisipatif dilakukan oleh Bhakti Ganva sebagai upaya mengungkapkan masalah-masalah secara otentik. Musyawarah warga menjadi sumber informasi secara langsung. Lebih lanjut, kegiatan pengabdian mahasiswa harus disertai dengan rasa kepemilikan dari masyarakat kampung maupun dari mahasiswa. Josephine menekankan bahwa esensi pengabdian profesi bukan “apa” namun “mengapa.”

Presentasi kedua, Rakha Puteri Shonigiya menceritakan pengalaman pengabdian profesi dari sudut pandang arsitek.  Di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah ASF-ID bekerja sama dengan Kemitraan (Jakarta) dan Karsa Institut (Palu) untuk membangun sepuluh rumah percontohan, posyandu, dan balai warga, keseluruhannya berbahan bambu setempat. Terdapat perbedaan dalam proses dan tantangan antara menjalankan program rumah dengan pengembangan fasum, terutama terkait jadwal pembangunan dan bentuk partisipasi para penyintas.  Program ASF-ID untuk rekonstruksi Sulteng berlangsung dari bulan Februari sampai November 2019.

Redefinisi Pengabdian 02

Zulkifli selaku pegiat organisasi KUN Humanity System+ membahas tentang arsitektur operasi kemanusiaan yang menjadi acuan dan diadopsi secara universal. Dipaparkan suatu tinjauan singkat tentang aspek-aspek kunci yang mempengaruhi inovasi dalam konteks operasi kemanusiaan.  Beliau menjelaskan bahwa “Perkerjaan yang dilakukan tampak rumit dan sulit dinavigasi jika baru terlibat dalam aksi kemanusiaansangat penting untuk memiliki pemahaman yang baik tentang pekerjaan ini supaya efektif dalam tujuan kemanusiaan. 

Sesi diskusi dipandu oleh Andrea Fitrianto dari Badan Pengabdian Profesi, Ikatan Arsitek Indonesia. Ibu Diana dari latar belakang pendidikan arsitektur menanyakan bagaimana cara membangun kepercayaan dan mengundang partisipasi warga setempat sehingga mau melakukan pembangunan bersama-sama.  Josephine merespon bahwa salah satu langkah awal untuk memenangkan kepercayaan warga adalah dengan memilih kampung yang warganya memang membutuhkan bantuan. Jika hat tersebut diperoleh maka akan berdampak langsung pada keberlanjutan bangunan dimasa depan.

Kemudian ada Bima yang bertanya mengenai cara bekerja sama dan berkomunikasi dengan komunitas setempat. Pertanyaan ini dijawab oleh Rakha dengan menceritakan pengalamannya saat menyelesaikan pembangunan di Sulawesi Tengah.  Masyarakat di Sulawesi Tengah pada umumnya memiliki lembaga-lembaga sosial-kultural yang mereka percayai. Misalnya, di desa Bolapapu lembaga adatnya cukup kuat, sehingga ketua RT dan RW desa tersebut merupakan bagian dari lembaga adat juga.  Sedangkan di Dolo Selatan, yang lebih kuat adalah lembaga agama. Disana pegiat bekerja erat dengan pemuda masjid dan pemuka agama. Dengan mengetahui bentuk kelembagaan yang terdapat di desa, maka pegiat dan masyarakat dapat merumuskan term of reference dan pola kerja sama.

Redefinisi Pengabdian 03

Pertanyaan terakhir datang dari Fiqih seputar ketepatan pilihan metode dan peran pegiat supaya masyarakat tidak tergantung terhadap bantuan yang diberikan.  Zulkifli menjelaskan bahwa setiap non-governmental organization yang memutuskan untuk mendampingi desa selayaknya menyiapkan program yang berkelanjutan. Kemudian, pegiat harus membuat program yang sesuai dengan kemampuan warga, atau istilahnya merancang program yang communitybased. Ketika program dirancang dan dijalankan oleh masyarakat, maka peran pegiat adalah sebagai fasilitator. Hal ini niscaya akan berpengaruh positif terhadap penerimaan warga dan kesinambungan program kerja. Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa. ////////

 

Konservasi dan Budaya Ber-Arsitektur

Pada tanggal 27 Juli 2019 lalu berlangsung kegiatan ASF Dialogue di Kota Lama, Semarang. ASF Dialogue merupakan kegiatan tahunan Architecture Sans Frontières International (ASF-Int) yang mengangkat isu-isu publik yang relevan bagi jejaring ASF-Int.

ASF Dialogue merupakan bagian dari rangkaian acara General Assembly 2019 yang dibuka dengan kegiatan Bamboo Workshop pada tanggal 25 Juli mengapit rapat General Assembly. Juga berlangsung pameran hasil kerja jaringan ASF-Int, penganugerahan ASF Award 2019 dan diakhiri acara sightseeing pada Minggu 28 Juli.

Dengan tema Living Heritage: The Architecture of growth, heritage and modernity kegiatan ini membahas berbagai macam aspek dalam praktik arsitektur pada konteks warisan kota dan berfokus pada kontestasi kepemilikan cagar budaya. Sesi pertama ASF Dialogue diisi dengan isu cagar budaya pada konteks lokal, sedangkan pada sesi selanjutnya fokus pembahasan adalah praktik arsitektur dan ranah kerja ASF-Int. Sesi pertama diisi oleh empat presenter yakni Ryzki Wiryawan (Universitas Ma’soem), Abidzar Al Ghifari (Universitas Brawijaya), Amelia Mega dan Syadza Syarifah (ASF Indonesia) dan Ratri Septina Saraswati (Universitas PGRI Semarang). Selanjutnya pada sesi kedua diisi oleh lima presenter yakni Marcel Ruchon (ASF Prancis), João Palla dan Lígia Nunes (ASF Portugal), Achyut Siddu (ASF Swedia), Pawan Shrestha (ASF Nepal) dan Hendrik Bloem (ASF Belgia).

Reality Check: Bandung, Malang, Semarang

Pada sesi pertama Ryzki Wiryawan mempresentasikan peran sosial media sebagai instrumen dalam preservasi dan promosi cagar budaya. Dengan studi kasus grup Facebook “Bangunan Kolonial Kota2 Indonesia”, Ryzki menjelaskan bagaimana dampak sosial media terhadap kegiatan konservasi dan preservasi di Kota Bandung.

Teori konservasi ditentukan oleh konsep memori. Di Kota Tua Jakarta, konsep memori diproduksi sebagai upaya kolektif dalam merekonstruksi Kampung Kunir. Amelia dan Syadza dari ASF Indonesia menjelaskan bagaimana masyarakat disekitar Kota Tua mengalami konflik inklusi di kawasan cagar budaya. Keterlibatan ASF Indonesia dalam merekonstruksi Kampung Kunir yakni  dengan memfasilitasi pemetaan fisik dan historis, yang selanjutnya digunakan dalam memproyeksikan konsep Kampung Kunir Baru.

Presentasi terakhir pada sesi pertama diisi oleh Ratri yang mejelaskan penelitiannya mengenai Living in The Indonesian Railway Heritage Building. Ia mejelaskan penelitiannya mengenai praktik konservasi dalam PT Kereta Api Indonesia (KAI), sebuah BUMN yang memiliki seluruh aset perkereta-apian, dengan membandingkan antara kondisi bangunan masa lalu dan saat ini.

Local Heritage Case Studies

Sesi pertama diakhiri dengan diskusi yang di moderasi oleh Tjahjono Rahardjo, sejarawan dan dosen arsitektur dari Semarang. Ahmad Djuhara, ketua Ikatan Arsitek Indonesia turut serta dalam diskusi. Ia barkaca pada pengalaman di Kota Tua Jakarta dan berpendapat, ”There was one time when Kota Tua Jakarta was so quiet that I reckon the informal settlement became the short-term mafia. They had the tendency to occupy and destroy the heritage building. But now, after the revitalization, Kota Tua Jakarta become crowded again.” Lain misalnya dengan pendapat Xavier Codina dari ASF Spanyol, ”Gentrification process had happen in Barcelona, as one of the big tourism destination. I believe the most important thing is to use the heritage. There is also regulation regarding the use of heritage building in Barcelona but at the end in can only be used by the big company, again for money and power. It is important to democratize the heritage for popular consumption rather being use only for the elite. The real value of the heritage has to be re-assume by the citizens.” Tjahjono Rahardjo menutup sesi pertama dengan kesimpulannya, “When we talk about heritage, architecture is only one aspect, there are many others that we should consider. We have to talk about economy, social problems, cultural and political issues. Therefore, there are many possibilities for young architects to not only become a designer especially in heritage sector.”

Anggota-anggota ASF-Int mempresentasikan proyek mereka pada sesi kedua ASF Dialogue. Fokus utama dalam sesi ini mengenai krisis, pendidikan, pendekatan arsitektural dan evaluasi, serta isu-isu kritis mengenai arsitektur dari akar rumput.

Marcel dari ASF Prancis membuka sesi kedua dengan proyek Lava’Blah di Merseille yang menunjukkan bagaimana warisan budaya berpotensi untuk meningkatkan kualitas kehidupan sehari-hari dengan biaya rendah namun intensitas sosial yang tinggi. Proyek ini terletak di tanah milik tentara yang telah berkompromi untuk memfungsikan lahan untuk keluarga yang memiliki permasalahan sosial. Proyek peralatan sanitasi yang sederhana ini memiliki potensi yang baik untuk menjadi model warisan budaya bagi komunitas Roms yang tinggal di Aciéries.

João dan Lígia dari ASF Portugal menekankan bagaimana memahami warisan budaya sebagai sistem dan proses yang dimiliki oleh komunitas lokal. Lígia berbagi pengalamannya di Aveiros dan di Costa Da Caparica, kedua komunitas ini rawan penggusuran karena rencana pembangunan baru oleh pemerintah. Sementara itu João menjelaskan kondisi di Makau dengan judul Chronicle of Death Foretold; masyarakat masih tinggal di sana tetapi mereka terpaksa meninggalkan daerah tersebut karena persaingan ketat pembangunan kapal di Cina. Terdapat kesamaan diantara beberapa proyek yang dikemukakan yakni bahwa warisan cagar budaya harus dipahami sebagai sistem yang dimiliki oleh komunitas sehingga lestari.

Achyut Siddu dari ASF Swedia, pemenang penghargaan ASF Awards 2019, berbagi pengalamannya dalam proyek Education Againts All Odds. Sebagai bagian dari program Pasca-sarjananya yang disebut reality studio, proyek ini bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan orang-orang yang bekerja bersama mereka. Proyek ini berada di pemukiman Obunga di Kisumu, Kenya, daerah kumuh dengan kondisi yang sangat buruk. Dengan kondisi sosial, ekonomi, dan kesehatan yang sangat kompleks, masalah ini sangat berdampak pada guru dan siswa. Tujuan dari proyek ini adalah membuat pendidikan yang berkelanjutan dan mengatasi tantangan-tantangan ini. Achyut besama denga timnya mulai memperbaiki sekolah dan membangun rumah bermain bersama dengan anak-anak.

Pawan dari ASF Nepal berbagi pelajaran dari rekonstruksi pasca bencana di Nepal. Terletak di Barpak, Distrik Gorka terdapat permukiman yang dilanda gempa 7,8 skala Richter hingga kehilangan lebih dari 400.000 rumah pada bulan April 2015. Pada awal proyek terdapat dana besar, tetapi sayangnya mereka gagal, total kerugian mencapai 80.000 euro dalam waktu 6 bulan. Belajar dari pengalaman mereka perbaiki metodologi dan tetapkan tujuan baru ASF Nepal kembali. Sebuah strategi baru untuk melestarikan warisan arsitektur vernakuler dengan mempromosikan budaya membangun setempat. ASF Nepal kemudian berfokus pada proses daripada produk, dan menetapkan sasaran baru dengan menggunakan budaya bangunan lokal dan meningkatkan keterampilan lokal.

Sementara itu Hendrik dari ASF-Belgia membahas masalah pemahaman warisan pada sebuah institusi pendidikan arsitektur di Antananarivo, Madagaskar. Sekolah arsitektur tersebut berfokus untuk melatih siswa dalam memahami konstruksi dan teknik. Praktek arsitektur di sekolah selalu berfokus untuk menanggapi preferensi klien. Pertanyaannya adalah bagaimana mengatasi masalah ini dan bagaimana mendefinisikan kembali warisan sebagai bahan yang berharga, bukan sekadar nostalgia romantis.

Djuhara, President of IAI
Lígia Nunes, ASF-International

Sesi kedua dilanjutkan dengan diskusi oleh seluruh panelis bersama dengan Ahmad Djuhara sebagai penanggap dan Andrea Fitrianto dari ASF-Indonesia sebagai moderator. Dengan banyak krisis dan tantangan di seluruh dunia yang telah disajikan selama sesi kedua, ada kesamaan yang mengikat seluruh topik bahwa terdapat kenyataan berbeda yang kita hadapi dengan realita yang ada. Ahmad berpendapat, “What the presenters have done was, in a way, a luxury. When they are able to work with special people in need, unlike an architect usually work normally. In a prone disaster condition and with vulnerable communities, what we expect is sometime unimaginable as for example to what Achyut have said, not only the children learn from us but we also learn from them.” Sementara Lígia beropini, “Even without catastrophe we have to change the way we think. In Pawan’s presentation if we don’t have enough knowledge to work in such circumstances, we would probably make a huge mistake. We teach architecture in all over the world exactly the same way when they are in completely different sites. That’s why we are making a difference that we can be in anywhere in the world but facing the same issue: reality. The reality is what it is outside, that’s how we should train architects.” Andrea menutup sesi dengan kutipan dari Jorge Luis Borges, “Between the traditional and the new or between order and adventure there is no real opposition and that’s what we call tradition today is a knitwork of adventure.”

Arsitektur dan Disjungsi Pembangunan

asfbdg-iaijb-diskusi01

Mengingatkan kembali bahwa alam dan lingkungan adalah rujukan utama dalam merancang arsitektur dalam konteks pembangunan, kini saatnya untuk memajukan masyarakat yang memiliki daya lenting (resilient) dan arsitektur yang lestari (sustainable) berdasar pada kesatuan pengalaman kultural dan pengetahuan setempat, sebagai landasan bagi pendekatan dan teknik baru.

ARSITEKTUR DAN DISJUNGSI PEMBANGUNAN

Pembicara : Robbani Amal Romis
Moderator : Fauziyyah Sofiyah

Diskusi #1 ASFBDG-IAIJB
Tanggal : 18 Januari 2019
Waktu : 19.00 – 21.00
Tempat : Kopitera, Jl. Burangrang No. 14 Bandung

CP : 082277368310 (Andrea)