Mitos Pruitt-Igoe: Sejarah dan Latar Belakang

Artikel ini ditayangkan terkait dengan pemutaran berseri film dokumenter The Pruitt-Igoe Myth di Bandung, Yogyakarta, Solo, Makassar, Semarang, Depok, Jakarta, dan kota-kota lain sepanjang bulan Juni. Pemutaran film merupakan kerjasama antar komunitas akademik, lintas profesi, maupun masyarakat sipil bersama ASF-ID. Proses penerjemahan subtitle ke dalam Bahasa Indonesia dilaksanakan oleh para relawan. Apabila tertarik untuk menyelenggarakan pemutaran, sila hubungi kami.

 

Pruitt Igoe Collapse Series
Gambar 1 Penghancuran Rusun Pruitt-Igoe April 1972, penghancuran kedua juga disiarkan dalam siaran televisi nasional Amerika. (Wikimedia)

Pruitt-Igoe adalah kompleks rumah susun sewa di kota Saint Louis, Missouri, Amerika Serikat. Awalnya, ia dipuji-puji sebagai “oasis di tengah gurun” atau “penthouse si miskin”. Terletak di lahan seluas 23 hektar, Pruitt-Igoe memiliki 33 gedung masing-masing dengan 11 lantai. Selesai dibangun tahun 1956, mega-block ini memiliki 2,870 unit hunian.

Kompleks Pruitt-Igoe diperuntukkan bagi kelas-menengah dari ras kulit putih dan kulit hitam. Kedua ras disegregasi ke gedung-gedung berbeda. Dalam satu dekade pertama, Pruitt-Igoe menjadi rusun bobrok yang dihuni minoritas kulit hitam miskin. Sebelum dekade kedua terlampaui, Pruitt-Igoe mulai dihancurkan dan dibongkar. Kondisi fisik dan sosial begitu hancur sehingga pemerintah merasa tidak memiliki pilihan lain.

Pruitt-Igoe terkadang dihadirkan di ruang kelas Arsitektur sebagai simbol matinya arsitektur modernis.[1] Sungguh perlu menilik krisis perencanaan dan desain dalam konteks ini. Namun dibalik citra-citra ikonik Pruitt-Igoe, sebaiknya kita juga mencoba mempelajari konteks sosial, rasial dan ekonomi kota serta Perumahan Rakyat di Amerika.

Peraturan Perumahan Nasional Tahun 1949

Pada 15 Juli 1949, Presiden Truman menandatangani The 1949 Housing Act. Peraturan tersebut adalah Peraturan Perumahan pertama yang lengkap dan komprehensif di Amerika, mengatur perihal penyediaan rumah yang layak untuk setiap warga negara Amerika Serikat.[2] Klausul Kesejahteraan Umum Konstitusi Negara pun diusung:

bahwa pemerintah harus berperan dalam mengembangkan kesejahteraan umum, dengan mendukung pertumbuhan ekonomi, termasuk di dalamnya edukasi warga negara dan pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan.

Tujuan Peraturan 1949 adalah menyediakan “rumah dan lingkungan hunian yang layak dan pantas bagi setiap keluarga Amerika.” Salah satu dari enam bagian, khusus berjudul: “Title III – Low-Rent Public Housing” (Perumahan Rakyat dengan Sewa Rendah).  Dalam jangka waktu 6 tahun akan dibangun 810.000 unit hunian untuk keluarga berpenghasilan rendah.

Setelah tahun 1945, Amerika Serikat mengalami masa pasca Perang Dunia II. Sekitar 15 juta veteran perang kembali ke dalam negeri, membutuhkan hunian. Terdapat potensi pertumbuhan jumlah penduduk dan keluarga baru. Sedangkan 50% hunian di Amerika ditengarai oleh Sensus dalam kondisi tidak layak.[3] Salah satu kebijakan masa perang memang adalah pelarangan pembangunan rumah-rumah baru demi penghematan material nasional.

Pembangunan Perumahan Rakyat diharapkan akan menyediakan hunian bagi 3.5 juta warga Amerika dengan budget nasional sejumlah $308 juta/tahun. Peraturan 1949 juga memperluas peran lembaga pemerintah terkait kredit perumahan sektor privat yang sebelumnya hanya melayani kelas menengah ke atas.

Peraturan 1949 tidak serta merta mulus disahkan. Setahun sebelumnya, tudingan-tudingan politis tentang “peraturan sosialis” atau “paham sosialisme yang menyusup” dilemparkan berbagai pihak. Beberapa pihak opisisi antara lain anggota koalisi Partai Republikan yang berafiliasi dengan Banking Comittee (Komite Bank) serta U.S. Chamber of Commerce (Kamar Dagang Amerika).[4]

Perumahan Rakyat versus Urban Renewal

Pelaksanaan peraturan 1949 terus-menerus mengalami pembaharuan selama satu dekade. Dimulai dari periode presiden Eisenhower yang menyunat jumlah unit hunian terbangun. Tidak hanya itu, Eisenhower dengan Housing Act 1954 menekankan program urban renewal dibandingkan program lain.[5] Salah satu tujuan urban renewal adalah pengembangan ulang pusat-pusat kota menjadi menarik. Pusat kota yang menarik mendatangkan profit dan pajak yang cukup tinggi.

Lingkaran-lingkaran slum atau kawasan kumuh yang tumbuh mengelilingi pusat kota semakin dilihat sebagai lawan dari urban renewal. Bahkan di tahun 1956, dalam debat Undang-Undang diusulkan bahwa kota harus memiliki program kongkret pembersihan kawasan kumuh (slum clearance) sebelum bisa mengakses dana subsidi perumahan rakyat yang tidak seberapa.[6] Amandemen tersebut tidak diterima.

Di sisi lain, Peraturan 1949 memang menyediakan pendanaan dari pusat untuk pelaksanaan akuisisi kawasan kumuh. Pemerintah negara bagian melengkapi dana pemerintah pusat yang menanggung dua pertiga dari anggaran akuisisi lahan. Proses tersebut disebut proses eminent domain.

Urban Sprawl di Rio Rancho, New Mexico, Amerika Serikat (Bradly Salazar)

Urban renewal terkait erat dengan urban sprawl. Sprawl di Amerika disebut juga the flight-from-blight atau eksodus kelas menengah yang mampu membeli rumah di area suburban – meninggalkan pusat kota yang mulai menua, kumuh, dan penuh kriminalitas. Meningkatnya kekayaan menyebabkan gaya hidup berkendaraan pribadi turut meningkat.[7] Membeli rumah di pinggir kota menjadi pilihan terjangkau bagi kelas menengah dibandingkan tetap menyewa hunian di dalam kota. Kota-kota satelit yang dibangun sektor privat pada waktu itu dirancang untuk keluarga kelas menengah kulit putih.

Suburbanisasi eksesif tersebut memiliki karakteristik sebagai berikut:

…pola penggunaan lahan di wilayah perkotaan yang menunjukkan rendahnya tingkat: kepadatan, kontinuitas, konsentrasi, clustering, keterpusatan, nuclearity, mixed-use, dan proximity.[8]

Di pusat kota, urban renewal mencoba merevitalisasi apa yang ditinggalkan oleh penghuninya. Dengan eminent domain, pemerintah dapat merelokasi warga yang dianggap kumuh dan mengakuisisi lahan dengan membelinya. Salah satu eksekusi eminent domain, yaitu pembelian lahan, bahkan tidak selalu memerlukan persetujuan dari sang pemilik atau penghuni lahan.

Namun, urban renewal hampir tidak memberi tempat untuk pembangunan kembali in-situ perumahan terjangkau bagi warga yang digusur. Lahan yang dibersihkan diberikan kepada pengembang yang akan membangun perumahan mewah untuk warga kelas atas, zona ruang terbuka, atau bentuk-bentuk commercial-enterprise yang meningkatkan nilai real-estate.

Presiden Johnson di tahun 1965 dan 1966, menggulirkan dana yang besar di masa itu yaitu $2.9 milyar untuk pelaksanaan urban renewal dan relokasi ras minoritas dari kawasan kumuh.[9]

Mitos Pruitt-Igoe

Berbagai badan simpan-pinjam yang didukung Peraturan 1949, turut membantu tumbuh suburnya perumahan – termasuk perumahan-perumahan sprawl di area suburban-rural. Perumahan Rakyat, ironisnya digadang oleh Peraturan yang sama, kandas di tengah jalan setelah mengalami dinamika yang melelahkan. Terutama berturut-turut di pemerintahan Presiden Reagan dan Bush (1981-1993), Perumahan Rakyat tidak menemui nasib yang baik.

Warga minoritas yang terkena dampak urban renewal sering menyebut dalih itu sebagai ‘Negro removal’. Sebuah mekanisme yang didukung pemerintah untuk merelokasi warga minoritas miskin dan memberikan lahan untuk pengembangan yang memperbesar jurang segregasi ras dan kelas. Relokasi membuat warga minoritas kulit hitam, untuk pertama kali, tinggal jauh dari pusat pekerjaan di kota. Di sisi lain kondisi ekonomi kota pun tidak mengalami peningkatan karena kepergian kelas menengah.

Hancurnya Pruitt-Igoe (The Pruitt-Igoe Myth, 2011)

Pruitt-Igoe dianggap oleh penghuni-penghuni perdananya sebagai penthouse untuk si miskin. Hunian modern dengan fasilitas listrik dan air ledeng itu sangat berbeda dari rumah petak yang dahulu mereka huni. Beberapa bekas penghuni membagikan kesan dan cerita mereka dalam film dokumenter The Pruitt-Igoe Myth (2011). Hingga di akhir tahun 1960-an, Pruitt-Igoe mendapat reputasi buruk sampai ke dunia internasional untuk kemiskinan, kriminalitas, dan segregasinya.[10]

Salah satu permasalahan yang disorot dalam dokumenter The Pruitt-Igoe Myth adalah kerusakan bangunan. Rusun yang diharapkan penuh ternyata kosong di dekade 60-an. Terpeliharanya bangunan modern yang masif dan rumit oleh petugas amat bergantung pada pembayaran sewa. Sistem yang sangat bergantung pada uang sewa itu menjadi satu faktor memberatkan bagi penghuni minoritas miskin. Sebelum kehancurannya, organisasi penyewa berkali-kali melakukan protes dan demo untuk masalah pengelolaan, perbaikan dan pengurangan biaya sewa.

Penghuni sempat mendapatkan penurunan biaya sewa. Namun akhirnya, pembiaran yang menahun membuat bangunan-bangunan itu hancur. Jalur pipa, jendela, dan sistem persampahan rusak parah. Kehancuran fisik bangunan seakan menandai pungkasnya kehancuran Pruitt-Igoe. Pruitt-Igoe, bagi beberapa orang, sudah menghancurkan diri dari dalam sebelum akhirnya diledakkan dengan dinamit.

Pada 16 Maret 1972, penghancuran pertama bangunan di Pruitt-Igoe disiarkan di televisi nasional. Satu bulan kemudian, penghancuran kedua juga disiarkan. Foto ikonik penghancuran sangat berpengaruh di berbagai bidang – dari perencanaan kebijakan hingga arsitektur. Sejarah panjang Perumahan Rakyat dan berubahnya kota Amerika turut tergambar di situ.

1956, St. Louis, Missouri, USA — 1956 aerial view of the massive Pruitt-Igoe housing project in St. Louis. Minoru Yamasaki, architect. — © Bettmann/CORBIS

Dalam ikatan keprofesian arsitek Amerika pun muncul kritik terhadap Pruitt-Igoe.[11] Di masa kini, mudah bagi beberapa praktisi dan akademisi untuk melihat bahwa Pruitt-Igoe tidak mengindahkan faktor skala dan keberagaman fungsi (mixed-use). Penyeragaman bentuk dari rancangan awal telah dilakukan demi mengurangi anggaran. Skala pembangunan dianggap tidak sesuai dengan bentuk kota (lihat Gambar 4). Kolaborasi multidispliner antara pembuat kebijakan dengan semua profesi terkait pembangunan sangat mendesak dibutuhkan.

Banyak kritik lain tersirat maupun terucap dalam film The Pruitt-Igoe Myth. Bangunan modern dan high-maintenance tersebut ternyata tidak bisa bertahan. Terdapat masalah pengunaan, pembiaran dan kurangnya dana dari biaya sewa maupun anggaran pemerintah. Program rusun tidak responsif maupun partisipatif terhadap kebutuhan dan kondisi sosial-ekonomi penghuni. Lingkungan penuh teror dan ketakutan, terbentuk dalam waktu satu dekade saja, menciptakan kondisi yang tidak berkelanjutan.

Pola perubahan kota terkait dengan banyak faktor. Dalam konteks Peraturan 1949 dan kasus Pruitt-Igoe di Amerika, terlihat jelas bahwa penyediaan fisik perumahan saja tidak cukup mengatasi permasalahan perkotaan. Walau penyediaan diawali dengan niat baik, banyak dinamika politik dan ekonomi terjadi.

Kesejahteraan umum dan keadilan sosial nisbi di hadapan kebutuhan industri. Minoritas yang miskin ekonomi maupun hak partisipasi terus tersingkir dalam perubahan kota; perubahan sosial, ekonomi, maupun bentuk fisiknya. Setengah abad kemudian, asap dan debu Pruitt-Igoe seakan masih menghantui Amerika.

Kota akan terus berubah. Dalam perubahan kota-kota di masa global ini, menilik sejarah dan pola yang pernah terjadi adalah kebutuhan imperatif. Kota akan berubah, tetapi dalam cara yang berbeda dari sebelumnya. Ketika kelak kota berubah, ingatlah lagi Pruitt-Igoe (The Pruitt-Igoe Myth, 2011).

[1] Moore, Rowan. Pruitt-Igoe: death of American urban dream. 26 Feb, 2012. http://www.theguardian.com/artanddesign/2012/feb/26/pruitt-igoe-myth-film-review diakses 20 Mei 2016

[2] Freeman, Richard. (1996) The 1949 Housing Act versus ‘urban renewal’ dalam EIR Vol. 23, N0. 50, 13 Desember 1996, hlm 27-29.

[3] Ibid, hlm 27

[4] Ibid, hlm 28

[5] Ibid, hlm 28

[6] Ibid, hlm 28

[7] Miller, Mark. What Causes Sprawl? 2 Oktober 2003. http://www.ncpa.org/pub/ba459 diakses 20 Mei 2016

[8] Galster et al (2001). “Wrestling Sprawl to the Ground: Defining and Measuring an Elusive Concept.” dari Wassmer (2005) Causes of Urban Sprawl (Decentralization) in the United States.

[9] Freeman, Richard (1996), hlm 29.

[10] Wikipedia. Pruitt-Igoe. https://en.wikipedia.org/wiki/Pruitt–Igoe. Diakses 20 Mei 2016.

[11] Cendón, Sara Fernández. Pruitt-Igoe 40 Years Later dalam American Institute of Architects Newsletter, 3 Februari 2012. http://www.aia.org/practicing/AIAB092656. Diakses 20 Mei 2016.

Lampiran 1: The 1949 Housing Act (diterjemahkan dari https://en.wikipedia.org)

The American Housing Act of 1949 penting dalam tonggak sejarah perumahan Amerika; mengatur kewenangan pemerintah pusat dalam penjaminan dan penerbitan kredit rumah serta pembangunan Perumahan Rakyat yang terjangkau.

Bagian-bagian utama Peraturan Perumahan 1949:

  • Title I: pembiayaan pusat program pembersihan wilayah kumuh terkait program pembaharuan perkotaan (urban renewal),
  • Title II: meningkatkan kewenangan penjaminan kredit perumahan oleh Federal Housing Administration (FHA),
  • Title III: anggaran pusat untuk membangun lebih dari 800,000 unit Perumahan Rakyat (Low-Rent Public Housing),
  • Membiayai riset terkait perumahan dan teknik-tekniknya,
  • Memberi ijin pada FHA untuk menyelenggarakan pembiayaan (financing) untuk hunian area rural.

Pembuatan Peraturan

Presiden Truman menyatakan bahwa, “Lima juta keluarga tinggal di kawasan kumuh rentan bencana kebakaran. Tiga juta keluarga masih berbagi rumah tinggal dengan yang lain.” Berikut statemen kebijakan Truman:

Kebutuhan perumahan semakin kritis. Kongres harus segera melaksanakan peraturan mencakup Perumahan Rakyat bersewa rendah, slum clearance, perumahan di area rural, dan riset perumahan yang sudah saya rekomendasikan. Jumlah unit Perumahan Rakyat tersebut harus melampaui angka 1 juta unit dalam waktu 7 tahun. Bahkan angka tersebut tidak akan mencukupi kebutuhan yang sebenarnya.

Kebanyakan kebutuhan hunian harus dibangun oleh pihak swasta tanpa subsidi negara. Namun jika jumlah unit sewa terlalu sedikit dibanding hunian milik dengan harga tinggi, industri perumahan pun menjadi tidak terjangkau oleh pasar. Maka biaya pembangunan harus rendah.

Pemerintah sedang mempengaruhi segala segmen industri pembangunan untuk fokus pada produksi hunian yang terjangkau. Peraturan yang diperlukan untuk hunian terjangkau akan segera dibuat.

Material yang kurang tersedia di pasaran harus dialokasikan dan diberi batasan harga, agar hunian keluarga dapat dijangkau dengan harga para kelas pekerja (wage earners).

Warisan Peraturan 1949

Peraturan ’49 penting dalam mengalokasikan sumber daya anggaran pusat yang sangat besar dalam membentuk kota-kota Amerika pasca-perang. Jumlah warga pemilik rumah semakin banyak karena akomodasi peraturan tersebut. Perumahan rakyat berbentuk rumah susun yang disebut public housing projects menjadi satu ciri khas kota-kota Amerika.

Hasilnya beragam, terutama terkait program Perumahan Rakyat dan Urban Renewal. Target awal 800,000 unit tidak tercapai di periode-periode Presiden selanjutnya. Bahkan di New York, tercatat untuk program urban redevelopment Lincoln Center, lebih banyak unit hunian yang dihancurkan daripada yang dibangun ulang di lahan yang sama.

Permasalahan lain selain korupsi adalah perencanaan yang buruk terkait keadilan dan kesetaraan sosial. Program urban renewal mendiskriminasi warga minoritas. Banyak kawasan kumuh yang dibongkar lalu diganti menjadi hunian yang tidak terjangkau atau bangunan non-hunian yang tidak mengakomodasi warga asli. Para kritik menyinonimkan “urban renewal” dengan frase “Negro removal.”

Pada tahun 1953-1986, pemerintah pusat menghabiskan dana sebanyak $13.5 milyar untuk program urban redevelopment dan slum clearance.

Lampiran 2: Trailer

[youtube]https://www.youtube.com/watch?v=g7RwwkNzF68&&w=320[/youtube]