Pemutaran film dan diskusi The Pruitt-Igoe Myth yang digelar di Grobak Art Kos pada tanggal 16 Juni 2016 telah menyatukan semangat muda para pegiat arsitektur di Semarang. Acara tersebut menjadi saksi bahwa masa depan arsitektur yang lebih baik di kota ini sangatlah mungkin. Kegelisahan akan berbagai pertanyaan yang bertahun-tahun terpendam memuncak menjadi kerinduan yang dahsyat, seperti terlihat pada raut wajah mahasiswa, praktisi, dan akademisi berkumpul pada malam itu. Acara yang ditargetkan hanya maksimal 30 orang saja akhirnya justru ramai hingga berjubel-jubel lumer di jalanan depan markasHysteria malam itu. Teh hangat, gorengan, dan beragam cemilan lain menjadi awal mula perjalanan gerakan arsitektur di kota ini –yang akhirnya dipilihlah nama Komunitas Arsitektur Semarang (KAS) sebagai wadahnya.
Idiom KAS yang kental dengan panggilan khas orang Semarang dianggap mampu menjadi identitas gerakan arsitektur di kota ini kedepannya, semoga. Pemaknaan model komunitas sejujurnya untuk mencoba menjadi wadah bersama tanpa mengenal latar belakang, sekat umur, dan lebih membumi. KAS berusaha menyuguhkan nama yang lebih mudah didengar warga kota awam harapannya agar arsitektur dapat dimiliki oleh beragam orang dan kalangannya.
Separuh tahun berlalu. Perjalanan awal ini menghantarkan pada potensi kolaborasi dengan berbagai pihak baik. Termasuk diantaranya pertemuan dengan Lembaga Pemberdayaan Usaha Buruh Tani dan Nelayan (LPUBTN) untuk proyek sosial Rumah Inspirasi Buruh (RIB). Metode kerja desain partisipatoris dipilih untuk mewujudkan ruang belajar bersama dengan para buruh, untuk sebuah proses kreatif. Proses belajar bersama buruh ini yang masih berjalan hingga hari ini turut memperkaya pemaknaan arsitektur yang lebih luas dan bermanfaat bagi semua. Lewat beberapa proyek sosial ini juga terlibat banyak mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Semarang untuk belajar langsung di lapangan mulai dari wawancara, survei, hingga mendesain.
Relawan yang terlibat di RIB secara langsung juga belajar bagaimana proses budidaya kambing, ayam, dan lele untuk mencipta kandang bagi hewan-hewan tersebut kedepannya –hal yang tidak ditemui di kampus arsitektur. Misalnya ternyata ditemukan bahwa induk ayam yang stress menyebabkan telurnya kosong dan kambing yang salah diberi makan besoknya akan mati. Kesimpulan itu pula yang dirasa bagi kami pentingnya untuk berkolaborasi dengan berbagai lintas disiplin ilmu lain demi terwujudnya desain yang layak dan lestari.
Perjalanan ke berbagai tempat juga turut memperkaya pengetahuan arsitektur kami. Lewat tajuk ABC-trip (Architecture Backpacker Class-trip) mencoba untuk mengenal arsitektur bukan hanya pada tampilan fisiknya, melainkan juga berbagai sisi pandang yang ada di sekitarnya baik sosial budaya hingga lingkungannya. Kemasan perjalanan dengan tinggal di rumah warga juga berusaha membedah peran masyarakat awam dibalik terwujudnya karya arsitektur yang nikmat dipandang mata. Kunjungan ke Desa Kelingan, Temangung telah tiga kali terselenggara, yang selain mengulik karya arsitektur juga melihat tradisi lokal warga seperti mauludan dimana warga secara bersama-sama mengedarkan makanan ke tiap-tiap rumah yang ada –sebuah model hidup bersama yang mulai luntur di tengah ramai-sibuknya kota.
Perjalanan ke bagian lain di Temanggung juga mempertemukan dengan kelompok karang taruna yang berusaha menggiatkan budaya membaca. Lewat renovasi rumah baca Perpustakaan Desa Tlaga Ilmu kami melihat bahwa masih ada semangat yang sama seperti kami di tempat lain. Masa depan yang lebih baik semakin mungkin! Dan berselang beberapa minggu setelah proses renovasi tersebut, KAS mendapatkan kabar bahwa Perpusdes Tlaga Ilmu mendapatkan juara pertama di lomba perpustakaan desa se-Kabupaten Temanggung. Lewat kemenangan itu, KAS semakin percaya bahwa arsitektur dari niat baik akan memunculkan niat-niat baik lain yang semakin berlipat ganda.
KAS juga berkesempatan untuk terlibat dalam pameran bersama komunitas industri kreatif Semarang lewat Pandanaran Art Festival (PAF) selama 25 November hingga akhir Desember 2016 di taman Menteri Supeno. PAF adalah bentuk respon kreatif terhadap keanehan taman ini; patung seorang ibu dengan dua anak namun tidak ada sosok bapak disitu. Patung tersebut ditaruh di tengah bundaran kolam sehingga sebutan Taman KB, taman janda menjadi lebih dikenal.
Kolaborasi menjadi tantangan utama dalam mewujudkan karya yang ditempatkan di sekitar patung. Anggaran yang terbatas dan waktu pengerjaan yang sempit membuat kerja ini semakin menantang. Kegiatan yang mencakup fotografi, sketsa, chalk-art, WPAP, dan batik semarangan akhirnya terselenggara. KAS berkontribusi dengan menyajikan tenda bambu berdiameter luasan 12 meter, gerbang bambu, dan aksi teatrikal merespon patung yang berada di tengah taman.
Selain nyemplung pada proyek sosial dan melakukan perjalanan ke berbagai tempat, KAS melihat bahwa perkembangan teknologi di era yang semakin canggih dapat mendorong eksplorasi desain menjadi semakin kaya dan menarik. Lewat kelas Playground para pegiat KAS, yang saat ini berjumlah limabelas, dapat mengulik berbagai perangkat digital, belajar bersama tanpa mengenal sekat guru dan murid, juga sebagai ruang diskusi dengan nuansa lebih menyenangkan karena dalam metoda lain yaitu bermain. Mengenal perkembangan teknologi ini pula dirasa penting, karena bagi kami arsitektur dapat membumi lagi supaya mampu terbang lebih tinggi.
Lewat catatan sekilas ini, dapat dilihat bahwa awal mula perjalanan arsitektur di Semarang telah dimulai sembari berharap semakin banyak niat baik dan semangat muda bergabung.