World Urban Forum (WUF) diadakan oleh UN-Habitat setiap dua tahun untuk mempopulerkan isu permukiman dan perkotaan. WUF ke 9 diselenggarakan di Kuala Lumpur, Malaysia utamanya membahas tantangaan perkotaan dalam mengimplementasikan New Urban Agenda untuk mewujudkan Kota untuk Semua di tahun 2030. Kegiatan yang berlangsung pada tanggal 7-13 Februari 2018 ini terdiri dari seminar, workshop, dan pemaparan yang melibatkan perwakilan dari instansi negara-negara anggota, kalangan akademik, dan organisasi sipil dan komunitas akar rumput.
ASF-Indonesia (ASF-ID) merupakan salah satu organisasi masyarakat madani yang bergerak dalam bidang isu arsitektur dan perkotaan. Kegiatan berjejaring seperti WUF-9 merupakan ajang mengembangkan jaringan, mendapatkan informasi, dan pengetahuan terkait isu perkotaan sehingga memunculkan semangat baru bagi pegiat untuk terus berkarya dalam komunitas.
Dalam rangkaian WUF-9, tanggal 10 Februari 2018 bertempat di Kuala Lumpur Convention Center (KLCC) dilaksanakan diskusi panel dengan tema Leveraging Youth Engagement and Technological Innovations for Participatory Urban Planning lewat fasilitasi International Federation of Red Cross/Red Crescent Societies (IFRC). Mewakili ASF-ID pegiat Usie Fauzia Anniza dari Bandung hadir menjadi salah satu pembicara disamping Mario Flores (Habitat for Humanity), Donovan Gutierrez (UN Children & Youth), Michele Young (Save the Children), Murali Ram (Think City, Malaysia), Mark Mauro (Philipines Red Cross), Philippe Garnier (CRAterre), dan Sandra D’Urzo (IFRC) selaku pemangku acara. Acara berlangsung selama dua jam lewat moderasi Kirtee Shah (Ahmadabad, India) saat sekitar 60 hadirin memenuhi ruangan di KLCC.
Bahasan utama pada WUF9 Networking Event ini adalah penggunaan teknologi dan keterlibatan generasi muda dalam melakukan perbaikan lingkungan kampung atau komunitas. Tidak semua pembicara berangkat dari kasus lapangan, namun semuanya memperkenalkan penggunaan teknologi yang membuka ruang partisipasi atau metode kerja yang menarik keterlibatan generasi muda.
Habitat for Humanity (HFH) memiliki fokus kerja konsultasi desain dan konstruksi rumah dan permukiman di Asia-Pasifik. Sejak tahun 2012, HFH memiliki program khusus di bidang keterlibatan pemuda yang bernama “Habitat Young Leader Build” berupa relawan lapangan ataupun kampanye. Tahun 2016 HFH bekerja sama dengan IFRC untuk penggunaan teknologi pemetaan partisipatif pada program PASSA Youth.
Pada pidatonya, Donovan mengkampanyekan pentingnya keterlibatan pemuda sebagai pihak yang berperan aktif dalam menciptakan ruang-ruang yang lebih ramah bagi segala pihak. Selain karena pemuda yang akan mengambil alih kepemimpinan di masa yang akan datang.
Save the Children (STC) adalah organisasi yang bekerja di wilayah pengembangan kebijakan dan advokasi untuk menciptakan lingkungan yang ramah anak di komunitas-komunitas rentan. STC juga mengkampanyekan manajemen keselamatan bencana di sekolah-sekolah dengan menggunakan teknologi berbasis ponsel pintar dan tablet melalui pemetaan crowd sourcing.
Think City berafiliasi pada pemerintah Malaysia dan berfokus pada isu-isu ruang publik perkotaan. Salah satu programnya mendukung Butterworth sebagai kawasan bersejarah. Program ini terdiri dari pemetaan situs-situs bersejarah oleh anak-anak dan dewasa, menciptakan heritage trail, intervensi untuk mengaktifkan ruang publik, hingga mengaktifkan ruang publik lewat pasar seni dan berbagai lomba.
Platform pemetaan digital digunakan oleh Philippines Red Cross (PRC) untuk penanganan kebencanaan. Platform peta terbagi ke dalam tiga kategori: capacity map, emergency map, dan post emergency map. Sebelum peta digital ini dibuat, PRC melakukan pemetaan masalah secara partisipatif bersama komunitas dan kemudian mendigitalkannya. Ketiga platform tersebut berjalan secara crowd sourcing sehingga mampu mendapatkan data lengkap.
Usie menyampaikan materi “GIS-based Participatory Mapping as Tool to Improve Spatial Knowledge: case of Cikapundung Community at Pasirluyu,” memaparkan kegiatan pemetaan partisipatif di tengah-tengah naiknya isu penggusuran. Di Pasirluyu relawan ASF-ID bersama mahasiswa dan pegiat karang taruna menggabungkan metode pemetaan partisipatif konvensional dengan GIS; kombinasi drone-photography dan crowd sourcing. Peta tersebut digunakan sebagai peta dasar untuk merancang kampung impian. Selain itu, platform peta interaktif menampilkan simulasi penggusuran untuk mengetahui rumah warga yang mana terpapar resiko. Platform ini berguna bagi masyarakat terutama dalam memberi ketenangan terkait desas-desus penggusuran yang seringkali simpang siur.
Aplikasi Sustainable Habitat Evaluation Rating and Participative Approach (SHERPA) oleh CRAterre dibuat untuk menunjang komunitas untuk memproduksi rumah sendiri menekankan prinsip-prinsip desain dan konstruksi. Aplikasi ini dapat diterapkan di komunitas manapun dengan penyesuaian konteks. Selain sebagai panduan, melalui aplikasi ini, diharapkan semakin banyak local builders yang cakap di komunitas sehingga mampu memproduksi hunian yang sehat dan kuat.
Terakhir, IFRC mempresentasikan Participatory Approach for Safe Shelter and Settlements Awareness for Youth (PASSA Youth) yaitu metode pemetaan partisipatif digital untuk pemetaan dan perencanaan perbaikan lingkungan. Metode ini telah diujicoba di Filipina dan Kosta Rika. Pemuda komunitas memegang peran utama dalam menjalankan perangkat agar masyarakat bisa merasakan manfaat perangkat ini. Kemudian Kirtee Shah menyimpulkan hasil forum dengan empat kata kunci: youth, participate, technology, shelter.
Demikian metode partisipatif yang dipaparkan tampak memiliki prinsip dan akar yang sama yaitu participatory action research yang kemudian dikembangkan lewat teknologi sistem informasi sehingga menjadi bentuk-bentuk digital. Teknologi menjadi variabel baru pada praktik partisipasi dengan demikian berguna untuk meningkatkan efektifitas kerja lapangan.
Namun demikian dalam pekerjaan berbasis komunitas perlu modifikasi yang kontekstual serta penggabungan dengan metode konvensional agar tujuan-tujuan non-teknis dapat tercapai. Juga agar teknologi tersebut dapat digunakan oleh komunitas itu sendiri. Keterlibatan pemuda pada praktik partisipatif di komunitas menjadi penting sebagai bentuk kaderisasi dan sebagai bentuk investasi sumberdaya kepemimpinan dalam komunitas.
Leave a comment