Tepat sebulan yang lalu World Urban Forum ke-9 (WUF9) diselenggarakan di Kuala Lumpur pada tanggal 7-13 Februari. WUF9 diselenggarakan oleh UN-HABITAT, bersama Pemerintah Malaysia. Perhelatan akbar ini menghadirkan lebih dari 470 organisasi pada sekurangnya 560 acara resmi. UN-HABITAT (United Nations Human Settlements Programme) adalah lembaga PBB yang mengurusi permukiman dan isu-isu perkotaan, yang baru tiga minggu dinakhodai direktur eksekutif Maimunah Mohd Syarif mantan walikota Penang. Pada WUF9 lebih dari 25.000 tamu hadir diantaranya partisipan dari dalam dan luar negeri mewakili 193 negara.
Dalam kerangka WUF9, pada Sabtu sore tanggal 10 Februari Architecture Sans Frontières International (ASF-Int) menyelenggarakan sebuah acara diskusi berjudul “Ten Years of Architecture Movement for Equitable Cities and Resilient Communities” sebagai rangkaian peringatan satu dasawarsa sejak ratifikasi Piagam Hasselt pada tahun 2007. Menjadi tuan rumah bagi acara tersebut adalah Lígia Nunes, João Palla, Pawan Shrestha, Susana Pesce, dan Andrea Fitrianto yang masing-masing juga mewakili organisasi; ASF-Portugal, ASF-Nepal, ASF-Swedia dan ASF-Indonesia.
Lígia membuka acara dengan memberi pengantar singkat tentang ASF-Int, termasuk sejarah dan latar-belakang organisasi. ASF pertama berdiri di Perancis pada tahun 1979 pada sebuah periode yang melahirkan sejumlah gerakan solidaritas internasional, misalnya Greenpeace, Medecins Sans Frontières, dan Africa’70. ASF-Int diibaratkan sebagai bawang putih yang terdiri dari siung. Maknanya, ASF-Int bersifat dialektis, non-hirarkis, heterogen, dan bhinneka. ASF-Int menjalankan beberapa program seperti Challenging Practice yang diinisiasi oleh ASF-UK dan ASF Award, serta berpartisipasi aktif pada forum-forum global, misalnya World Architects Congress 2017 di Seoul, Korea Selatan dan Montreal Design Declaration di Kanada.
Disampaikan oleh João, ASF-Portugal didirikan sejak tahun 2000. Di tahun 2003 dalam rangka meningkatkan pemahaman dan penafsiran Piagam Hasselt kepada kegiatan arsitektur, ASF-Portugal memutuskan untuk menaruh fokus utama pada edukasi dan pelatihan arsitektural terkait persoalan pembangunan. Kini ASF-Portugal menyelenggarakan lokakarya internasional tentang perencanaan wilayah permukiman urban menyertakann mahasiswa internasional dari Brazil.
Pasca gempa Gorkha pada tanggal 25 April 2015 ASF-Nepal terpanggil untuk turut serta dalam proses rekonstruksi dan rehabilitasi serta membantu keluarga penyintas untuk membangun kembali dan memperbaiki sekurangnya 2.500 rumah. Di tahun ini ASF-Nepal genap berumur satu dekade dan telah tumbuh sebagai organisasi yang mumpuni menyediakan dukungan teknis terkait permukiman komunitas. Pawan mengakui pentingnya kerjasama antara ASF-Nepal dengan semua pemangku-kepentingan dalam rangka peningkatan kapasitas lokal dan perluasan keterampilan dalam membangun rumah-rumah yang kuat dan tahan gempa.
Situasi permukiman informal di India membuka peluang kerjasama antara ASF-Swedia dengan Society for the Promotion of Area Resource Centers (SPARC), sebuah organisasi di Mumbai anggota jaringan Slum Dwellers International (SDI). Kerjasama ini khususnya terkait perbaikan wilayah slum di Cuttack dan Bhubaneshwar. Kunjungan kerja lapangan berlangsung dua kali d tahun 2010 dan 2014 mempertemukan mahasiswa, arsitek, pendidik, organisator tabungan, dan profesional lain untuk memetakan dan menganalisis kawasan bersama tokoh dan warga setempat. Demikian contoh kerjasama lintas batas seperti disampaikan Smruti Jukur dari SPARC/SDI.
Presentasi ASF-Int ditutup oleh Andrea yang menyampaikan fragmen kegiatan ASF-Indonesia selama tiga tahun sejak perkumpulan ini didirikan di Bandung pada awal 2015. Andrea menaruh perhatian pada kegiatan terkait arsitektur bambu. Tiga studi kasus dikedepankan; perbaikan kampung-kampung di bantaran Ciliwung di Jakarta Utara dan keberadaan Rumah Contoh di Kampung Tongkol; pengembangan jembatan pedestrian bambu dengan bentang 18 meter di Solo; serta pelatihan konstruksi bambu bagi kelompok petani kopi di Kabupaten Malang. Memasuki tahun ketiga, ASF-Indonesia telah berkembang ke Jakarta, Malang, dan Semarang.
Kehadiran empat organisasi anggota ASF-Int di WUF9 menyajikan contoh peran aktif anggota ASF-Int dalam membentuk jaringan kerja lokal dan memberi kontribusi penting bagi proses penentuan kebijakan yang terkait dengan permukiman warga, yang seringkali dalam posisi rentan dan marjinal. Presentasi kolektif ini kemudian diikuti oleh debat yang sengit namun hangat, menghadirkan pengetahuan segar bagi sekitar 60 hadirin dari berbagai peran dan latar belakang; tenaga kampus, birokrat, pegiat ornop, pekerja LSM, serta kaum profesional. ///////